Sunday, August 30, 2009

PUNCAK KECERDASAN SPIRITUAL

Para selebriti nampak begitu pe-de, bahagia dan bangganya menjalankan profesinya di atas panggung, baik itu di layar kaca, layar lebar, maupun di depan publik langsung. Sedikit pun tidak menyadari sebagian orang merasa prihatin terhadap apa yang mereka lakukan. Betul- betul tidak sadar bahwa mereka sedang menikmati sesuatu yang menyeretnya ke dalam neraka. Sungguh pikiran mereka belum menjangkau bila pun kita peringatkan.
Mengapa begitu percaya diri meskipun sedang berbuat sesuatu yang menurut sebagian orang dianggap suatu kebodohan? Jawabannya klasik, karena meyakini bahwa yang mereka lakukan merupakan cara hidup yang terbaik. Bahkan ketika mereka ditanya tentang mengapa memilih profesi yang rawan julukan wanita tuna susila itu, syok kita dibuatnya, karena ternyata mereka menjawab dengan bahasa agamis, "Allah kan menganugerahi kita tubuh yang seksi sebagai jalan mendapatkan rejeki, alhamdulillah. Dalam rangka bersyukur kepada-Nya ya kita manfaatkan sebaik-baiknya karunia yang jarang dimiliki orang lain ini."
Agama, bagi sebagian besar orang, terutama yang belum mendapat pencerahan, dipandang sebelah mata. Saya pun pernah berada dalam kondisi keiman yang sangat parah. Begitu parahnya sampai-sampai menilai bahwa mereka yang tekun beragama sebagai orang yang bersembunyi di balik kegagalan kuliahnya. Agar mereka dimaklumi ketidak lulusannya karena memilih mempersiapkan kehidupan ukrawi. Pada waktu itu saya pun sedang merasa memiliki cara beribadah kepada Allah yang terbaik. Bahkan sempat memiliki prinsip bahwa apa pun kehendak Allah akan diriku, sekalipun harus masuk neraka, jika memang itu kehendak-Nya, aku rela demi cintaku kepada-Nya.
Pada dasarnya, memang, setiap orang meyakini bahwa mereka sedang menjalankan cara beribadah yang terbaik. Yang membedakan satu dari yang lain adalah bahwa keyakinan mereka ada yang didukung oleh kepahaman petunjuk yang haq dari sang pencipta dan ada pula yang hanya didukung oleh hasil pemikiran sendiri sebagai dampak dari pendidikan formal, informal, dan non-formalnya.
Lebih ironis lagi, sebagian dari mereka menganggap bahwa agama merupakan komoditas yang sangat komersial. Sehingga tidak heranlah jika sebagian insan perfilman yang menyuguhkan sinetro religi itu ternyata menganut agama lain. Duh, teganya orang-orang di balik layar itu memanfaatkan agama sebagai alat untuk memperkaya diri.
Cerdaskah mereka secara spiritual? Kita harus berani mengatakan tidak. Jangankan mereka yang hidup di negara berkembang, masyarakat barat yang sempat menjadi tolok ukur kemajuan peradaban pun kita berani mengatakan tidak cerdas. Kecerdasan spiritual hanya dimiliki oleh mereka yang orientasi hidupnya sudah total untuk mencari surga, yang menempatkan agama Allah, Islam, sebagai the one and only way of life.

Saturday, August 29, 2009

POTRET OTAK MILYARDER

Sebagian besar akademisi atau siapa pun yang telah terdoktrinasi pola pikir barat yang sekular menganggap bahwa entrepreneurship bisa latihkan pada setiap orang. Artinya, siapa pun bisa menjadi pengusaha melalui proses pelatihan karena, menurut mereka, jiwa entrepreneur bukanlah bawaan lahir (in born). Begitu efektifnya doktrin intelektual itu membius akal manusia sehingga enggan bergeser dari keyakinan bahwa orang sukses itu bisa diduplikasi, bisa ditiru, atau bahkan bisa dikembangkan.
Beberapa argumen dipopulerkan dalam rangka mendukung keyakinan tersebut seperti, misalnya, bahwa jika ingin sukses seperti si A ya ikuti atau tiru saja seluruh perilakunya dan segala kondisioningnya, maka pastilah engkau akan sukses seperti dirinya. Padahal, kondisioning itu sendiri tak mungkin dimiliki dua orang yang sama di dunia ini. Namun toh mereka tak menghiraukan kebenaran itu. Pendek kata, mereka sudah tertutup dari pelurusan-pelurusan yang nyata-nyata logis sekali pun.
Sekali tidak tetap tidak, pokoke tidak menerima masukan argumen lain. Argumen yang 100% benar pun tak bisa menggoyahkan keyakinan sahabat saya yang sudah malang melintang mengikuti pelatihan yang hanya berhasil mendapat hadiah hiburan psikologis bahwa ternyata sukses itu sebuah proses.
"Sudahlah Jack, tinggalkan logika-logika bodoh itu," desak saya, "lha wong nyatanya setiap 100 peserta pelatihan kewirausahaan yang berhasil paling-paling hanya lima. Itu pun bisa jadi tanpa pelatihan ya berhasil. Cobalah berpikir. Jika memang entrepreneur itu bisa dipelajari, ya pastilah 95 dari seratus peserta berhasil. Sudah banyak motivator bisnis mengaku dengan bangganya telah melatih ribuan orang. Sekarang mana hasilnya?"
Dua puluh tahun yang lalu, ketika baru saja lulus kuliah, saya pun berpendapat demikian. Dan untuk merubah konsep berpikir tentang entrepreneurship pun butuh waktu lama dan harus melalui sederet pengalaman empiris. Sekarang saya jadi malu sendiri dan merasa berdosa jika diundang sebuah event organizer menjadi salah satu pelatihnya. Berbicara sampai berbusa-busa seolah tidak bakal gagal, merasa yakin bahwa kita sendirilah yang menentukan akan seperti apa masa depan kita. Astaghfirullah! Aku malu pada Allah. Ya Allah ampuni aku.
Sekedar kekayaan pengetahuan bolehlah saya coba mensarikan apa yang saya ketahui tentang entrepreneurship. Tapi sekali lagi, jangan terlalu yakin bahwa dengan demikian anda akan berhasil karena membaca tulisan saya ini, lho! Ternyata memang benar bahwa para pebisnis sukses, disadari atau tidak, tak pernah menselisihi hukum-hukum normatif kehidupan. Antara lain, bahwa milyarder itu ternyata menganut empat hukum universal sebagaimana ditulis oleh Gerry Robert dalam bukunya The Millionaire Mindset.
Yang pertama adalah bahwa para milyarder itu ternyata memahami hukum tabur-tuai. Hukum ini memiliki pengertian bahwa jika ingin menuai, seseorang harus pernah menanam. Yang kedua hukum persemaian. Hukum ini mengajarkan pada kita bahwa seluruh keberhasilan pasti melalui serangkaian proses. Tak ubahnya seorang petani yang telah menanam padi, untuk mendapatkan panenan yang maksimal, maka harusmemenuhi semua persyaratan untuk panen besar semenjak menyiangi, memupuk, mengairi, dan seterusnya.
Yang ketiga, ternyata mereka juga memiliki prinsip bahwa setiap materi yang ada di lingkungan kita yang sengaja kita tangkap melalui indra kita memiliki daya jajah pikir sebagaimana telah dipopulerkan oleh penulis buku ini dalam tulisannya yang fenomenal berjudul Winning Mindset. Untuk lebih jelasnya silahkan baca sendiri buku tersebut. Dan yang keempat adalah bahwa setiap milyarder meyakini adanya hukum polaritas. Bahwa Allah menciptakan mahluknya berpasang-pasangan termasuk kondisi perasaan, ada siang ada malam, ada pria ada wanita, ada susah ada senang, ada gagal ada berhasil, dan lain sebagainya. Dan para milyarder itu cenderung mampu menerima dan mensikapi keduanya baik yang sisi positif maupun negtatif.