Monday, March 14, 2011

PRAKATA BUKU



Semua orang menginginkan hidup bahagia. Dulu, ketika masih anak-anak kita mengira bahwa kebahagian hanya dapat dicapai jika setiap orang mendapat kebebasan untuk melakukan apa pun keinginannya. Kini setelah dewasa, bisa kita rasakan betapa mengerikannya jika setiap orang berbuat semau gue. Yang terjadi pastilah hukum rimba. Siapa kuat bakal menang. Asu gedhe menang kerahe. Tidak ada nilai-nilai yang dianut sebagai landasan perilaku warga masyarakat.

Bisa jadi, entah seberapa keras, bukan tidak mungkin hukum rimba pernah berlaku pada suatu masyarakat di jaman nenek moyang kita. Namun karena pada dasarnya manusia adalah mahluk penbelajar, akhirnya dengan anugerah akalnya mampu berpikir untuk mencari jalan keluar dari setiap permasalahan kehidupan. Berkat pemi-kiran para orang pintar dan bijak, dengan metode trial and error, ditemukan berbagai ketentuan yang disepakati semua pihak karena merasa sama-sama membutuhkan adanya keteraturan sistem ke-hidupan, yang kemudian secara akademis disebut agama.

Sehebat-hebatnya daya pikir manusia sehingga mampu menciptan agama, ketika agama tersebut diberlakukan di masyarakat yang multi-dimensional, tetap saja di sana-sini terdapat kekurangan sehingga tidak cukup bisa menye-lesaikan permasalahan hidup bersama. Lalu, dari masa ke masa, akhirnya manusia menyadari adanya suatu kejang-galan. “Mana mungkin manusia menciptakan hukum bagi dirinya dan orang lain. Logika dari mana yang menya-takan bahwa manusia berhak dan pantas membuat hukum bagi orang lain sementara tidak ada dasarnya seseorang merasa lebih hebat dari yang lain!”

Buku ini merupakan ujud cetak biru percakapan antara penulis sebagai ustad kepada para mahasiswa santrinya dalam kegiatan belajar-mengajar di Pondok Pesantren Mahasiswa Surya Global Amanah Yogyakarta. Adapun materi kajian dalam buku yang anda baca ini lebih banyak diambil dari pengalaman hidup, kisah nyata, dan aneka ragam referensi yang tersaji melalui media cetak dan media elektronik.

Menyadari bahwa tulisan ini masih banyak membutuhkan penyempurnaan, mohon kiranya pembaca yang budiman bersedia berpartisipasi dengan menyampaikan saran dan nasehatnya melalui e mail: darmolono@Gmail.com, bisa juga via sms atau kontak langsung di nomor 08122693226. Untuk lebih mudahnya lagi kami mengundang para pem-baca berkunjung ke situs http//: www.firdausmindset.com/, agar dapat berkomunikasi lebih leluasa.

Thursday, October 1, 2009

MENALAR PENCIPTAAN ALAM SEMESTA

Yang bisa menjelaskan tentang sesuatu hanyalah pembuatnya. Ibarat sebuah makanan terbungkus daun pisang, yang bisa menjelaskan tentang bahan, bumbu, dan cara membuatnya, termasuk untuk apa dibuat, tidak lain adalah si pembuatnya sendiri. Jika pun yang lain merasa bisa, pastilah tak lebih dari sekedar persepsi. Betapa pun menurut orang lain persepsi seseorang dianggap salah atau tidak logis, bagi pemiliknya merupakan sebuah kebenaran. Dengan demikian wajarlah jika para ilmuwan menyimpulkan bahwa persepsi menga- lahkan kebenaran. Agar persepsi kita tidak membabi buta, perlulah kiranya berbagi ilmu dan pengalaman.

Mengapa kita perlu bertafakur tentang penciptaan alam semesta ini? Jawaban yang pertama, karena kita dianugerahi akal yang menjadikan kita memiliki derajat lebih tinggi dari mahluk berjiwa yang lain yang disebut hewan atau binatang. Dengan bekal akal ini pula memiliki naluri ingin tahu segala sesua- tu. Hal ini bisa kita amati melalui perilaku anak kecil yang tak mau berhenti bertanya tentang berbagai hal dan tak pernah bosan berbuat aneh-aneh dalam rangka mengeksplorasi kemampuan dirinya. Kedua, agar kita, yang telah ter- lanjur diciptakan dan senyatanya berhadapan pada berbagai problema kehi- dupan, tidak merasa bersalah karena telah berusaha mencari jati diri dan bukan menghabis waktu untuk berkeluh kesah tanpa arah. Ketiga, barangkali sahabat pembaca yang budiman memiliki alasan lain, silahkan ditambahkan sendiri.

Kita sering dengan dan saksikan saudara-saudara kita yang tidak dibekali ke- panjangan akal sehingga enggan berpikir tentang ihwal kehidupan bak ayam broiler yang tetap sibuk makan sementara kawan-kawannya satu per satu diambil sang peternak untuk dipotong dan bahkan tak ada reaksi apa pun ketika disebelahnya beberapa temannya meregang nyawa habis disembelih, bertingkah aneh karena stres dan bingung tak mengerti harus berbuat apa. Dan secara empiris (pengalaman nyata), kita juga sering mengalalami dan merasakan sendiri bahwa kebeuntungan lebih banyak kita peroleh ketika ber- usaha mencari jalan keluar. Ibarat kita berada di tengah laut setelah gagal mempertahankan perahu untuk tidak tenggelam karena hantaman ombak besar, tetap berupaya berenang menuju pantai meskipun peluang selamatnya nyaris tak ada. Kita merasa lebih mulia mati dalam keadaan berusaha menye- lamatkan diri dari pada tidak berbuat apa-apa dan akhirnya jelas pasti mati. Dan anehnya, terlepas dari kepahaman kita, keajaiban, jika belum ingin me- ngatakan bahwa ada pertolongan Allah, sering kita jumpai ketika kita sedang berusaha mencari jalan keluar.

Wednesday, September 23, 2009

POTRET OTAK MILYARDER lanjutan

Sedikit cerita tentang hukum polaritas, sahabat yang sekali gus senior saya. Beliau termasuk salah satu contoh entrepreneur yang menerapkan hukum ini. Ketika ditanya kawan-kawannya tentang bagaimana menghadapi masalah kewajiban ke berbagai bank, beliau malah heran mengapa mereka menganggap yang memiliki masalah dirinya.
"Yang punya masalah kan bank-bank itu karena uangnya saya pinjam dalam jumlah banyak." Jawabnya santai. "Apakah kalian nggak ingat cerita tentang pengusaha Amerika yang menjadi obligor kelas kakap, justru kehidupannya malah dikawal oleh sejumlah bank karena nilainya yang begitu besar, karena jika ia meninggal maka bank-bank tersebut kehilangan sejumlah uang yang tidak sedikit?"
Baik sahabat saya maupun pengusaha yang beliau ceritakan telah betul-betul menerapkan hukum polaritas dalam kehidupannya. Mereka tak lagi peduli apa pun posisinya dalam percaturan bisnis, yang penting bagi mereka tetap berkarya penuh dedikasi sehingga tiada pernah berhenti memberi kontribusi positif bagi kehidupan ini. Untuk melengkapi informasi tentang bagaimana hukum polaritas dan hukum-hukum yang lain diterapkan dalam kehidupan para milyarder, tak ada salahnya juga, rupanya, Anda raya sarankan untuk membaca buku "Winning Mindset" karya Wasi Darmolono.

Tuesday, September 22, 2009

KESAKSIAN

Tidak mudah, memang, menjelaskan bahwa umur, rejeki, jodoh, anugerah, dan musibah merupakan bagian dari hak prerogratif Allah swt. Bahkan bagi sebagian orang pernyataan seperti itu sangat tidak baik disampaikan kepada orang lain karena cenderung melemahkan semangat berikhtiar seseorang.
Masyarakat di sekitar kita sudah memiliki persepsi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tentang hakekat hidup. Dalam benak mereka telah terbangun persepsi yang kuat tentang berbagai permasalahan kehidupan. Kendati pun kadang-kadang tak berdasar, kepahaman mereka akan berbagai perkara kehidupan sudah sangat sulit atau bahkan tidak mungkin diluruskan.
Betul sekali pendapat kawan saya Habib Hasan, bahwa persepsi mengalahkan kebenaran. Jangankan sesuatu yang sulit ditangkap oleh logika, yang nyata-nyata tidak logis pun tetap saja mereka percayai kebenarannya. Promosi suatu produk sabun tertentu, misalnya, menjanjikan hadiah ratusan juta, setelah di-blow-up melalui media masa dengan cara menampilkan satu dari seratus juta pelanggan yang menang, seolah-olah seluruh pelanggan bakal jadi pemenang.
Harus diakui bahwa setiap orang memiliki keyakinan bahwa apa yang mereka perbuat dalam mengisi kehidupan ini merupakan cara yang terbaik. Namun karena tidak terdukung oleh ilmu yang benar, keyakinan mereka tidask cukup kuat untuk membangun keimanan. Kelemahan iman itulah yang pada akhirnya menjadi sumber mala petaka kahidupan.
Pada kenyataannya tidak sedikit permasalahan yang tak kunjung selesai dihadapi dengan akal cerdas sekali pun. Saat-saat seperti inilah keimanan menjadi faktor yang mutlak dibutuhkan karena tidak ada sandaran yang menyelesaikan segala permasalahan melainkan sang penyelenggara kehidupan ini sendiri yang tidak lain adalah Allah swt.

Saturday, September 19, 2009

YANG PASTI-PASTI SAJA : LANJUTAN

Bagaimana pun pendidikan formal ikut bertanggung jawab terhadap terbentuknya pola pikir warga belajarnya. Jika dicermati ternyata sesungguhnya pendidikan formal itu telah mengdoktrin warga belajar hingga memiliki cara-cara yang cenderung ilmiah dalam mensikapi dan memahami fenomena kehidupan. Pada kenyataannya kita harus mengakui bahwa semakin ilmiah seseorang semakin kesulitan menerima bahwa sebenarnya kehidupan ini akan tetap berlangsung tanpa sedikit pun terpengaruh oleh bagaimana seseorang memahami dan mensikapinya.
Ibarat menuju sebuah kota K, dalam peta yang kita pegang terdapat dua pilihan, melalui jalan M yang melingkar sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama, atau melalui jalan pintas P yang relatif lebih cepat. Sementara itu kita mendengan kabar bahwa menurut cerita masyarakat sekitar, bahwa sepanjang jalan pintas dihuni banyak perompak. Meskipun hanya kabar yang belum kita ketahui kepastiannya, bagi orang yang menggunakan logika tentulah memilih jalan M yang meskipun relatif lebih panjang toh lebih memberikan harapan sampai di kota K.
Sama halnya dalam mempercayai kehidupan akhirat, satu sisi kita mendengar kabar bahwa katanya setelah mati ada kehidupan lagi. Di sisi lain logika akal ini tidak mungkin membuktikan secara ilmiah karena pembuktian harus dengan cara mati, sedangkan setelah mati tak mungkin kembali hidup untuk mempresentasikan hasil surveinya. Sama-sama tidak ada kepastian, tentulah akan lebih selamat jika memilih percaya akan adanya kehidupan akhirat.
Langkah berikutnya setelah mempercayai adanya kehidupan akhirat yang menyediakan dua alternatif yaitu surga dengan segala kenikmatannya atau neraka dengan segala kesengsaraannya, adalah memenuhi persyaratan agar bisa masuk surga yaitu dengan beriman dan beramal salih, mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Apabila kabar tentang adanya kehidupan akhirat itu benar, maka kita menjadi orang yang beruntung karena tepat dalam memilih. Namun jika ternyata kabar tersebut salah, padahal sudah terlanjur beriman, beramal salih, menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, apa ruginya? Pilih yang pasti-pasti sajalah. Begitu saja kok repot.

Wednesday, September 16, 2009

MENGENAL ALLAH LANJUTAN

Dalam bukunya yang berjudul Mengenal Allah, Syeikh Abdurrahman Nashir as Sa'di menawarkan tiga teori kemungkinan proses perwujudan kehidupan. Pertama bahwa semua mahluk ada dengan sendirinya, kedua bahwa setiap mahluk ada karena telah menciptakan dirinya sendiri, dan yang ketiga bahwa setiap mahluk hadir di dunia ini karena ada yang menciptakannya.
Teori pertama, ditinjau dari sudut pandang empiris, sulit diterima karena mata kita tidak pernah menyaksikan kehadiran sesuatu di dunia ini yang muncul begitu saja. Mendengar dari orang lain tentang kesaksiannya akan kehadiran sesuatu yang tiba-tiba pun tidak pernah. Teori pertama ini justru membuktikan bahwa tidak ada mahluk yang ada dengan sendirinya.
Yang kedua, bahwa mahluk ada karena menciptakan dirinya sendiri. Teori ini pun tidak bisa diterima ditinjau dari sudut pandang mana pun. Buktinya adalah diri kita sendiri. Pernahkah merasa bahwa kehadiran kita di dunia ini merupakan keinginan kita sendiri? Jangankan berpikir tentang perencanaan hidup, memahami apa yang terjadi ketika kita berumur satu tahun pun tidak mungkin. Padahal bukankah setiap insan yang sudah berumur dua tahun ke atas pernah hidup pada umur satu tahun?
Yang ketiga, bahwa mahluk ada karena ada yang menciptakan, akhirnya menjadi satu-satunya teori kemungkinan yang paling bisa diterima akal. Ada mobil karena ada pembuatnya. Ada rumah karena ada pembuatnya. Ada manusia karena ada pembuatnya. Ada alam raya karena ada pembuatnya. Ada kehidupan karena ada pembuatnya. Ada peristiwa ada pelaku. Ada jejak ada pemilik kakinya.
Yang tidak kalah penting untuk dipahami adalah bahwa tidak semua pembuat atau pelaku bisa kita lihat dan saksikan proses penciptaannya secara panca-inderawi. Tetumbuan misalnya, perubahannya bisa kita saksikan namun prosesnya tidak bisa kita lihat. Segala sesuatu yang prosesnya tidak bisa ditangkap panca indera namun nyata-nyata ada perubahannya sering kita sebut gaib. Dan jangan heran jika para ahli pikir menganggap bahwa sebenarnya seluruh penciptaan kehidupan ini bersifat seratus persen gaib.
Jadi jelas bahwa kehidupan ini ada dengan sendirinya dan bahwa mahluk ada karena ada yang menciptakannya. Maka pertanyaan selanjutnya adalah untuk apa kehidupan ini diciptakan? Apa tujuan diciptakannya manusia? Jawaban sementara adalah bahwa tidak diciptakan manusia melainkan agar beribadah kepada sang pencipta Allah subhanahu wa ta'ala.

Thursday, September 3, 2009

YANG PASTI-PASTI SAJA

Dulu, ketika petunjuk dari Allah belum ada, manusia mengisi hidupnya dengan caranya masing-masing sesuai dengan keyakinannya. Karena masyarakat saat itu belum memiliki peraturan hidup kecuali hukum rimba. Siapa kuat bakal dapat. Kompetisi bebas pun berlangsung hingga menemukan siapa yang paling kuat yang akhirnya memegang otoritas di masyarakat sekitarnya. Mau tak mau pihak-pihak yang kalah mengikuti peraturan yang dia terapkan.
Dari waktu ke waktu seiring dengan kedewasaan berpikir akhirnya mereka menentukan pemimpin yang terbaik versi masyarakat setempat pada saat itu. Sampai pada kurun waktu tertentu, ketaatan masyarakat akan hukum yang berlaku melahirkan budaya. Karena tehnologi pada masa itu belum memungkinkan setiap pemimpin menguasai wilayah yang luas, akhirnya melalui proses yang tak jauh berbeda lahirlah wilayah-wilayah atau daerah-daerah yang memiliki budaya berbeda-beda. Di Indonesia, misalnya, ada suku (masyarakat) jawa, sunda, melayu, dayak, toraja, dan lain sebagainya dengan budaya yang satu sama lain berbeda.

Semua hukun dan peraturan masyarakat masih merupakan produk manusia baik itu dari seseorang yang dominan karena powernya maupun hasil kesepakatan atau musyawarah beberapa yang berkompeten di wilayah masing-masing. Kelemahan pun terdapat di sana-sini dan bukan tidak mungkin sebagian anggota masyarakat, terlepas dari ketertundukan terhadap peraturan yang ada, tetap saja melakukan berbagai amalan yang memang belum terwadahi oleh hukum yang berlaku. Karena masih jauh dari kesempurnaan, akibatnya belum bisa menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupa.
Kita sering mendengar cerita tentang orang-orang di jaman kehidupan nenek moyang. Mereka belum memiliki pedoman hidup yang jelas sehingga mengisi waktunya dengan kegiatan-kegiatan yang aneh aneh. Ada yang bertapa dalam rangka mencari kesaktian, agar kebal pedang, bisa menghilang, dan lain sebagainya. Tidak sedikit, memang, yang berhasil memperolehnya. Namun sekarang di mana mereka? Jika akhirnya tetap saja mati, pertanyaan selanjutnya adalah, "Bermanfaatkah apa yang selama hidupnya mereka lakukan?"
Sekarang, kita harus bersyukur karena petunjuk itu telah hadir di tengah-tengah kita. Petunjuk yang datangnya dari sang pencipta itu begitu jelas dan gamblagnya tertuang dalam Al Qur'an dan telah ditunjukkan cara-cara menerapkannya di dalam kehidupan kita sehari-hari. Sudah terbukti haq karena telah dianut oleh para cendekiawan yang telah membuktikan prestasinya dalam kehidupan ini.