Thursday, October 1, 2009

MENALAR PENCIPTAAN ALAM SEMESTA

Yang bisa menjelaskan tentang sesuatu hanyalah pembuatnya. Ibarat sebuah makanan terbungkus daun pisang, yang bisa menjelaskan tentang bahan, bumbu, dan cara membuatnya, termasuk untuk apa dibuat, tidak lain adalah si pembuatnya sendiri. Jika pun yang lain merasa bisa, pastilah tak lebih dari sekedar persepsi. Betapa pun menurut orang lain persepsi seseorang dianggap salah atau tidak logis, bagi pemiliknya merupakan sebuah kebenaran. Dengan demikian wajarlah jika para ilmuwan menyimpulkan bahwa persepsi menga- lahkan kebenaran. Agar persepsi kita tidak membabi buta, perlulah kiranya berbagi ilmu dan pengalaman.

Mengapa kita perlu bertafakur tentang penciptaan alam semesta ini? Jawaban yang pertama, karena kita dianugerahi akal yang menjadikan kita memiliki derajat lebih tinggi dari mahluk berjiwa yang lain yang disebut hewan atau binatang. Dengan bekal akal ini pula memiliki naluri ingin tahu segala sesua- tu. Hal ini bisa kita amati melalui perilaku anak kecil yang tak mau berhenti bertanya tentang berbagai hal dan tak pernah bosan berbuat aneh-aneh dalam rangka mengeksplorasi kemampuan dirinya. Kedua, agar kita, yang telah ter- lanjur diciptakan dan senyatanya berhadapan pada berbagai problema kehi- dupan, tidak merasa bersalah karena telah berusaha mencari jati diri dan bukan menghabis waktu untuk berkeluh kesah tanpa arah. Ketiga, barangkali sahabat pembaca yang budiman memiliki alasan lain, silahkan ditambahkan sendiri.

Kita sering dengan dan saksikan saudara-saudara kita yang tidak dibekali ke- panjangan akal sehingga enggan berpikir tentang ihwal kehidupan bak ayam broiler yang tetap sibuk makan sementara kawan-kawannya satu per satu diambil sang peternak untuk dipotong dan bahkan tak ada reaksi apa pun ketika disebelahnya beberapa temannya meregang nyawa habis disembelih, bertingkah aneh karena stres dan bingung tak mengerti harus berbuat apa. Dan secara empiris (pengalaman nyata), kita juga sering mengalalami dan merasakan sendiri bahwa kebeuntungan lebih banyak kita peroleh ketika ber- usaha mencari jalan keluar. Ibarat kita berada di tengah laut setelah gagal mempertahankan perahu untuk tidak tenggelam karena hantaman ombak besar, tetap berupaya berenang menuju pantai meskipun peluang selamatnya nyaris tak ada. Kita merasa lebih mulia mati dalam keadaan berusaha menye- lamatkan diri dari pada tidak berbuat apa-apa dan akhirnya jelas pasti mati. Dan anehnya, terlepas dari kepahaman kita, keajaiban, jika belum ingin me- ngatakan bahwa ada pertolongan Allah, sering kita jumpai ketika kita sedang berusaha mencari jalan keluar.

No comments:

Post a Comment